Di stadion itu, kita pernah bersua.
Kau melontarkan senyum yang
menggetarkan jiwa.
Aku pun hanya membisu.
Dan hatiku mulai mengenal rindu.
Waktu menelan mu dan kini kau hilang
dari hadapanku.
Aku mulai merindu.
Dan takdir pun mempertemukan kita
kembali.
Kita bercerita saling beradu dengan
desiran ombak.
Dan rindu itu pun kian bertambah.
Waktu yang terus berputar, meminta kita
untuk berpisah.
Haluan yang kita pilih membuat jarakpun
kian menjauh.
Kita terlupa.
Kau di sana. Dan aku di sini.
Tiba-tiba bayangmu yang selama ini
samar,
Hadir kembali, jelas dalam ingatanku.
Dan aku pun tau, rasa itu telah
membelenggu jiwaku dengan rindu yang semakin mengendap.
Aku tanya pada angin,
Tapi dia terus melaju, berhembus ke
arah yang dia suka.
Kembali pada bintang, barangkali ia
mengerti akan rinduku.
Dan akan berbaik hati membuah sinarnya
menuju ke arahmu.
Tapi nihil.
Sepertinya bintang itu telah memiliki
orbit yang harus mereka sinari.
Aku terpaku,
Kenapa perjumpaan kita dahulu harus
menyisakan rindu.
Rindu yang menyesakkan karena aku tak
tau kau dimana.
Rindu ini menjadi tetes air mata.
Pelangi tak kunjung datang, hanya
gerimis yang sesekali datang.
Kepada dia sang Maha Cinta,
Yang membaikkan segala rasa,
Lewat sujudku, aku lantunkan do’aku.
Agar terpeliharalah rindu ini jika
memang engkau adalah takdirku.
Dan rinduku pun, tak lagi membuncah,
Tak juah membuatku gelisah.
Ia tenang dalam balutan kesabaran.
Man shabara zhafira..
Siapa yang bersabar , akan beruntung.
Begitulah janji-Nya.
Maka rindu ini akan menjadi indah
ketika ku sabar tuk menanti
Menantikan dia yang tertakdir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar