Senin, 12 November 2012

PEMERIKSAAN FUNGSI HATI


                       TUGAS KIMIA KLINIK
PEMERIKSAAN FUNGSI HATI
DISUSUN :
NAMA : SEPTI WULANDARI
NIM : PO.71.34.0.10.043
DOSEN PEMBIMBING :
Dr. HOTMAN SINAGA

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN AKADEMIK 2011/2012


BAB I
PENDAHULUAN

            Hati / hepar / liver merupakan organ metabolik terbesar dalam tubuh manusia. Oleh karena itu hati mempunyai berbagai macam fungsi, yaitu :
1.      Vaskuler - menimbun dan filtrasi darah
2.      Ekskresi - membentuk empedu dan mengeluarkan ke Usus, juga bilirubin, cholesterol, garam empedu → empedu
3.      Metabolik - Karbohidrat, protein, lemak, vitamin
4.      Pertahanan tubuh - Detoksifikasi bahan – bahan beracun, dengan : konjugasi, reduksi, metilasi, asetilasi, oksidasi, hidroksilasi- fagositosis - dan pembentukan antibodi
            Dalam fungsi ekskresi maka hati akan mengeluarkan bahan bahan metabolit seperti empedu, bilirubin, kolesterol dan sebagainya melalui saluran pencernaan, untuk dibuang atau menjadi metabolit lain. Banyak faal metabolik yang dilakukan oleh jaringan hati, maka ada banyak pula, lebih dari 100, jenis test yang mengukur reaksi faal hati.' Semuanya, disebut sebagai "tes faal hati ". Sebenarnya hanya beberapa yang- benar-benar mengukur faal hati. 1-3 Diantara berbagai tes tersebut tidak ada tes tunggal yang efektif mengukur faal hati secara keseluruhan. Beberapa tes terlalu peka sehingga tidak khas, sebagian lagi dipengaruhi pula oleh faktor -faktor di luar hati, sebagian lagi sudah obsolete.
            Sebaliknya makin banyak tes yang diminta maka makin besar pula kemungkinannya mendapatkan defisiensi biokimia. Cara pemeriksaan shotgun semacam itu akan menimbulkan kebingungan. Sebaiknya memilih beberapa tes saja.
            Beberapa kriteria yang dapat dipakai adalah, antara lain, dapatnya dikerjakan tes tersebut secara baik dengan sarana yang memadai, segi kepraktisan, biaya, stress yang dibebankan kepada penderita, kemampuan diagnostik dari tes tersebut, dan lain-lain. Pada pengujian kerusakan hati, gangguan biokimia yang terlihat adalah peningkatan permeabilitas dinding sel, berkurangnya kapasitas sintesa, terganggunya faal ekskresi, berkurangnya kapasitas penyimpanan, terganggunya faal detoksifikasi peningkatan reaksi mesenkimal dan imunologi yang abnormal.
FUNGSI HATI :
1.      Vaskulermenimbun dan filtrasi darah
2.      Ekskresi : membentuk empedu dan mengekskresikan ke usus
3.       Metabolic : karbohidrat, protein, lemak, vitamin
4.      pertahanan tubuh : detoksifikasi bahan – bahan beracun, dengan : konjugasi, reduksi, metilasi, asetilasi, oksidasi, hidroksilasi sel – sel kupfer, fagositosis,  pembentukan antibody

 FUNGSI EKSKRESI :
            Diperiksa menggunakan berbagai parameter laboratorium yaitu :
·         Bilirubin serum
·         Bilirubin urin (kualitatif)
·         Urobilinogen urin (kualitatif)
·         Stercobilin tinja (kualitatif)
·         Asam empedu
·         Menyuntikkan bahan – bahan : BSP, ICG, Rose Bengal Radioaktif

METABOLISME BILIRUBIN
ü  85% bilirubin berasal dari pemecahan s.d.m tua (umur s.d.m ± 120 hari), terutama di limpa
ü   15% berasal dari destruksi s.d.m matang dlm sumsum tulang (hematopoisis tidak efektif)
ü  Metabolisme bilirubin. oleh sel hati berlangsung 3 tahap :
1.      pengambilan, konyugasi & ekskresi
2.      Pengambilan perlu protein sitoplasma
3.      Konyugasi molekul bilirubin dengan asam glukoronat dalam retikulum endoplasma sel hati dengan bantuan enzim glukuronil transferase
Konyugasi mengubah sifat² bilirubin; bilirubin terkonyugasi larut dalam air & dapat diekskresi dalam kemih ( >< bilirubin tak terkonyugasi) - Bilirubin terkonyugasi kemudian diekskresi melalui saluran empedu ke usus halus, bakteri usus halus mereduksi bilirubin terkonyugasi menjadi sterkobilinogen atau urobilinogen (shg feses berwarna coklat) - ± 10 – 20 % urobilinogen mengalami siklus enterohepatik & sejumlah kecil diekskresi dlm saluran kemih

PEMERIKSAAN FUNGSI HATI
            Pemeriksaan terhadap fungsi hati secara umum meliputi Alanine aminotransferase (ALT), Aspartarte aminotransferase (AST), Alkaline phosphatase (ALP), Gamma glutamyl transferase (GGT atau Gamma GT), Bilirubin, Albumin, pemeriksaan massa prothrombin (PT) dan International Normalised Ratio (INR). Masing-masing pemeriksaan tersebut menjadi petunjuk untuk mengetahui apakah ada masalah pada fungsi hati atau tidak. Hasil yang ingin diketahui dari pemeriksaan yang telah disebutkan sebelumnya adalah:
1.      Alanine Tranaminase (ALT)
Ini merupakan enzim yang ditemukan terutama di dalam sel hati. ALT dapat membantu metabolisme protein dalam tubuh. Dalam kondisi normal, kadar ALT di dalam darah adalah rendah. Sebaliknya, tingginya kadar ALT mengindikasikan adanya kerusakan hati.
2.      Aspartate Transaminase (AST)
Enzim AST berperan dalam metabolisme alanine. AST ditemukan dalam kadar yang tinggi di sel-sel hati, jantung, dan otot-otot lainnya. Namun jika AST tersebut ditemukan dengan kadar yang tinggi di dalam darah, ini mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit hati.
3.      Alkaline Phosphatase (ALP)
Enzim ALP ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi di hati, saluran emmpedu, dan beberapa jaringan lainnya. Peningkatan kadar ALP mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit hati, terutama bila terjadi sumbatan di saluran empedu.
4.      Albumin dan Total Protein
Kadar Albumin (protein yang dibuat di hati) dan protein total menunjukkan baiknya kemampuan hati memproduksi protein untuk kebutuhan tubuh memerangi infeksi dan menjaga fungsi lainnya. Berkurangnya kadar dari nilai normal mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit hati.
5.      Bilirubin
Bilirubin dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin di dalam hati. Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan adanya penyakit hati atau saluran empedu.
6.      Gamma glutamyl transferase (GGT atau Gamma GT)
Pemeriksaan Gamma glutamyl transferase (GGT atau Gamma GT), bertujuan sebagai indikator untuk para pengguna alkohol. Pemeriksaan GGT ini biasa dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan ALP untuk meyakinkan bahwa kenaikan angka pada ALP disebabkan karena adanya masalah pada hati, bukan karena faktor lain.
7.      Albumin
Pemeriksaan Albumin, bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar albumin yang biasa terjadi pada penyakit hati kronik. Tetapi, penurunan albumin juga bisa disebabkan karena kekurangan protein.
8.      Massa Prothrombin (PT) dan International Normalised Ratio (INR)
Pemeriksaan Massa Prothrombin (PT) dan International Normalised Ratio (INR), bertujuan sebagai indikasi apakah penyakit hati semakin buruk atau tidak. Peningkatan angka menunjukkan penyakit kronik menjadi semakin buruk.
            Jika ada kecurigaan penderita mengalami kanker hati, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Misalnya, pemeriksaan kadar protein dalam darah yang disebut Alpha fetoprotein (AFP). Kenaikan nilai AFP menunjukkan tingkat parahnya kanker hati yang diderita, sedangkan penurunan nilai AFP menujukkan menjinaknya kanker karena pengobatan yang berhasil. Pemeriksaan ini sangat penting pada penderita kanker untuk memantau efektivitas pengobatan yang sedang dilakukan. Pada penderita kanker bilier, pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah CA 19-9 dan CEA.
           Pemeriksaan hati yang rutin sangat baik untuk memastikan agar organ ini dapat terus bekerja secara maksimal. Hindari sakit hati dengan melakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum terlambat.















BAB II
PEMERIKSAAN LABORATORIS FUNGSI HATI
1.      Fosfatase Alkali
Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini juga berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air susu. Fosfatase alkali disekresi melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit hati (hepatobiliar) atau tulang.
Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada sel hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit hati akut. Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara kadar bilirubin tetap meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan pada beberapa kasus keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase (isoenzim Regan).
Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal) pada sirosis biliar primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan pada penyakit-penyakit radang, regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik. Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi saluran empedu ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya sebagian. Sedangkan peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit hati oleh alcohol, hepatitis kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.
Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas osteoblastik (pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas, hal ini adalah normal karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis bisa digunakan untuk membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan untuk membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati dan ALP2 menandakan penyakit tulang.
Jika gambaran klinis tidak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari isoenzim-isoenzim lain, maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5’nukleotidase (5’NT), leusine aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi oleh pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan untuk menilai perubahan dalam hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi saluran empedu.
Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan menggunakan alat (mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia otomatis. Elektroforesis isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati dan tulang. Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.
Nilai Rujukan :
·         DEWASA : 42 – 136 U/L, ALP1 : 20 – 130 U/L, ALP2 : 20 – 120 U/L, Lansia : agak lebih tinggi dari dewasa
·         ANAK-ANAK : Bayi dan anak (usia 0 – 20 th) : 40 – 115 U/L), Anak berusia lebih tua (13 – 18 th) : 50 – 230 U/L.

Masalah Klinis
PENINGKATAN KADAR :
obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati, hepatitis, hiperparatiroidisme, kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia, penyakit Paget, osteitis deforman, penyembuhan fraktur, myeloma multiple, osteomalasia, kehamilan trimester akhir, arthritis rheumatoid (aktif), ulkus.
Pengaruh obat : albumin IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin), kolkisin, metildopa (Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang, indometasin (Indocin), prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam para-aminosalisilat.
PENURUNAN KADAR :
hipotiroidisme, malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan vit C), hipofosfatasia, anemia pernisiosa, isufisiensi plasenta.
Pengaruh obat : oksalat, fluoride, propanolol (Inderal)       
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
·         Sampel hemolisis,
·         Pengaruh obat-obatan tertentu (lihat pengaruh obat),
·         Pemberian albumin IV dapat meningkatkan kadar ALP 5-10 kali dari nilai normalnya,
·         Usia pasien (mis. Usia muda dan tua dapat meningkatkan kadar ALP),
·         Kehamilan trimester akhir sampai 3 minggu setelah melahirkan dapat meningkatkan kadar ALP.

2.      SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)
SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.
SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
·         Laki-laki : 0 - 50 U/L
·         Perempuan : 0 - 35 U/L

Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
·         Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitas obat atau kimia)
·         Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
·         Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliaris.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
·         Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
·         Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat meningkatkan kadar
·         Hemolisis sampel
·         Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin.
·         Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.

3.      SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)
SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan.
Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama.
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer, spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :
·         Laki-laki : 0 - 50 U/L
·         Perempuan : 0 - 35 U/L
Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
·         Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
·         Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis
·         Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
·         Injeksi pre intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
·         Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST
·         Hemolisis sampel darah
·         Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.

4.      Gamma Glutamil Transferase (GGT)
Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah enzim yang ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang rendah ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT merupakan uji yang sensitif untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati. Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar meningkatkan GGT dalam serum. Kadarnya dalam serum akan meningkat lebih awal dan tetap akan meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung.
GGT adalah salah satu enzim mikrosomal yang bertambah banyak pada pemakai alkohol, barbiturat, fenitoin dan beberapa obat lain tertentu. Alkohol bukan saja merangsang mikrosoma memproduksi lebih banyak enzim, tetapi juga menyebabkan kerusakan hati, meskipun status gizi peminum itu baik. Kadar GGT yang tinggi terjadi setelah 12-24 jam bagi orang yang minum alkohol dalam jumlah yang banyak, dan mungkin akan tetap meningkat selama 2-3 minggu setelah asupan alkohol dihentikan. Tes gamma-GT dipandang lebih sensitif daripada tes fosfatase alkalis (alkaline phosphatase, ALP).
Metode pemeriksaan untuk tes GGT adalah spektrofotometri atau fotometri, dengan menggunakan spektrofotometer/fotometer atau alat kimia otomatis. Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.
Nilai Rujukan :
DEWASA : Pria : 15 - 90 U/L, Wanita : 10 - 80 U/L, Lansia : sedikit lebih tinggi
ANAK-ANAK : Bayi baru lahir : 5 x lebih tinggi daripada dewasa, Prematur : 10 x lebih tinggi dari dewasa, Anak : sama dengan dewasa.
(Nilai normal bisa berbeda untuk tiap lab, tergantung metode yang digunakan).
Masalah Klinis
PENINGKATAN KADAR :
sirosis hati, nekrosis hati akut dan subakut, alkoholisme, hepatitis akut dan kronis, kanker (hati, pankreas, prostat, payudara, ginjal, paru-paru, otak), kolestasis akut, mononukleosis infeksiosa, hemokromatosis (deposit zat besi dalam hati), DM, steatosis hati / hiperlipoproteinemia tipe IV, infark miokard akut (hari keempat), CHF, pankreatitis akut, epilepsi, sindrom nefrotik.
Pengaruh obat : Fenitoin (Dilantin), fenobarbital, aminoglikosida, warfarin (Coumadin).

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
·         Obat fenitoin dan barbiturat dapat menyebabkan tes gamma-GT positif palsu.
·         Asupan alkohol berlebih dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan peningkatan kadar gamma-GT.

5.      BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.
            Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoronitransferase.
            Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh). Karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
            Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung.
            Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis.
            Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kinikterus timbul karena bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.
            Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin.

NILAI RUJUKAN
DEWASA ; total : 0.1 -1.2 mg/dl. Direk : 0.1-0.3 mg/dl, Indirek : 0.1-1.0 mg/dl
ANAK : total : 0.2-0.8 m/dl, indirek : sama dengan dewasa
BAYI BARU LAHIR : 1-12 mg/dl, indirek :sama dengan dewasa
MASALAH KLINIS
1.      Bilirubin Total, Direk
·         PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma,hepatitis, sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
·         PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
2.      Bilirubin indirek
·         PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk)
·         PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
·         Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi kadar bilirubin.
·         Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
·         Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
·         Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya akan menurun.
·         Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.




BAB III
PROSEDUR PEMERIKSAAN

1.      PEMERIKSAAN ALKALIN PHOSPATASE

Metode            : Buffer DEA
Prinsip             :  ALP dalam suasana basa akan mengkatalisa dari transfer                  gruf 4-nitrophenylphospatase dengan bantuan AMP                                       phosphatase menjadi  membebaskan 4-nitrophenol. Di ukur                   pada panjang gelombang 405 nm
 Alat                : spektrofotometer
                          Cuvet
                          Klinipette
Reagensia        : Buffer 10 x 8 ml
                          Substrat 2x10 ml
                    Persiapan Reagen :
                    Encerkan 1 ml substrat dengan 4 ml buffer atau 1 : 4
                    Stabilitas reagen setelah diencerkan 4 minggu suhu 2-80  C
Prosedur Kerja :
1.      Siapkan reagen pada suhu kamar
2.      Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb

Temp 250 atau 300 C
Temp 370 C
Reagen kerja
1000 µl
1000 µl
Sampel
20 µl
20 µl
3.      Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit. Hitung DA/menit
Perhitungan :
Temperatur 25/300  C     = DA x 2757
Temperatur 370  C          = Da x 5454
Linieritas : Bila DA/ menit lebih dari 0,25 encerkan 0,1 – 0,5 ml dengan NaCl 0,85 % dan ulangi pemeriksaan. Kalikan  hasil yang di dapat denga 6.
Nilai Normal :
Temperatur
250  C/300  C
370  C
Wanita
s/d 68 U/L
s/d 105 U/L
Pria
s/d 75 U/L
s/d 115 U/L

2.      PEMERIKSAAN GAMMA GT ( BIOSYSTEM )
Metode            : Buffer DEA
Prinsip             : Gamma GT akan mengkatalisis kelompok Gamma GT dari                           Gamma Glutamil-3-Carboxy-4-nitroaniline menjadi                                 glycyglycine membebaskan  3-Carboxy-4-nitroaniline.
 Alat                : spektrofotometer
                          Cuvet
                          Klinipette
Reagensia        : Buffer 10 x 8 ml
                          Substrat 2x10 ml
                    Persiapan Reagen :
                    Encerkan 1 ml substrat dengan 4 ml buffer atau 1 : 4
                    Stabilitas reagen setelah diencerkan 4 minggu suhu 2-80  C
Prosedur Kerja :
1.      Siapkan reagen pada suhu kamar
2.      Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb

Semi mikro
Semi Makro
Reagen kerja
1000 µl
1000 µl
Sampel
100 µl
300µl
3.      Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit. Hitung DA/menit
Perhitungan : untuk semi miro dan makro = DA x 1111
Linieritas : Bila DA/ menit lebih dari 0,25 encerkan 0,1 – 0,5 ml dengan NaCl 0,85 % dan ulangi pemeriksaan. Kalikan  hasil yang di dapat denga 6.
Nilai Normal :
Temperatur
250  C
300  C
370  C
Pria
6-28 U/L
8 – 37 U/L
10-47 U/L
Wanita
4-18 U/L
5-24 U/L
7- 30 U/L

3.      PEMERIKSAAN AST ( SGOT ) ( Biosystem )
Metode            : Continuous Spektrofotometer
Prinsip             : AST mengkatalisis , transfer gugus amino dari aspartat                                 menjadi 2-oxoglutaratei membentuk oxalate dan glutamate.                    Konsentrasi ditentukan dari penurunan NADH. Di ukur pada                 panjang gelombang 340 nm melalui reaksi dehidrogenerase.
Alat                 : spektrofotometer
                          Cuvet
                          Klinipette
Reagensia        : reagen A, reagen B, reagen C
Persiapan Reagen :
·         Reagen kerja tanpa pyrodoxal phospat
Campur reagen A dengan reagen B dengan perbandingan 9 : 1. Stabil 2 bulan pada suhu 2-80 C
·         Reagen kerja dengan pyrodoxal phospat
·         Campur 10 ml reagen kerja tanpa pyrodoxal phospat dengan 0,1 ml reagen C. stabil 6 hari pada suhu 2-80 C
Prosedur Kerja :
1.      Siapkan reagen pada suhu kamar
2.      Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb

300 C
370C
Reagen kerja
1000 µl
1000 µl
Sampel
100 µl
50 µl
3.      Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit.
4.      Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm
Perhitungan  :
Temp  370 C       = abs test x 3333 U/L
Temp 30o C        = abs test x 1746 U/L
Nilai normal :
temperatur
 37 C
30oC
Tanpa pyridoxal phospat
42 U/L
25 U/L
Dengan pyridoxal phospat
50 U/L
30    /L

4.      PEMERIKSAAN ALT (BIOSYSTEM)
Metode            : Continuous Spektrofotometer
Prinsip             :  ALT / GPT mengkatalisis yang ditranser dari kelompok amino berasal dari alanin-2-oxoglutarate, bentuk piruvat dan glutamate , konsentrasi katalis ditentukan dari peningkatan NADH. Pengukuran pada panjang gelombag 340 nm yang berarti LDH bereaksi berpasangan.
Alat                 : spektrofotometer
                          Cuvet
                          Klinipette
Reagensia        : reagen A, reagen B, reagen C
Persiapan Reagen :
·         Reagen kerja tanpa pyrodoxal phospat
Campur reagen A dengan reagen B dengan perbandingan 9 : 1. Stabil 2 bulan pada suhu 2-80 C
·         Reagen kerja dengan pyrodoxal phospat
·         Campur 10 ml reagen kerja tanpa pyrodoxal phospat dengan 0,1 ml reagen C. stabil 6 hari pada suhu 2-80 C
Prosedur Kerja :
5.      Siapkan reagen pada suhu kamar
6.      Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb

300 C
370C
Reagen kerja
1000 µl
1000 µl
Sampel
100 µl
50 µl
7.      Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit.
8.      Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm
Perhitungan  :
Temp  370 C       = abs test x 3333 U/L
Temp 30o C        = abs test x 1746 U/L
Nilai normal :
temperatur
 37 C
30oC
Tanpa pyridoxal phospat
41 U/L
29 U/L
Dengan pyridoxal phospat
65 U/L
46 U/L

5.      PEMERIKSAAN BILIRUBIN DARAH
Metode            : Diazotized sulfanilic
Prinsip             : bilirubin akan bereaksi dengan diazotized sulfanilic acid(DSA) membentuk zat warna merah,absorbance zat warna ini pada 546 nm adalah proporsional terhadap konsentrasi bilirubin dalam sampel.Bilirubin glukoronida yang larut dalam air bereaksi langsung(direct)dengan DSA,sedangkan bilirubin yang terikat pada albumin bereaksi tidak langsung(indirect)dengan DSA dan dengan adanya accelerator.bilirubin total=bilirubin direct+bilirubin indirect.
Alat                 : spektrofotometer
                          Cuvet
                          Clinipette
Reagensia        : Reaggen AT 2x40 ml
                          Reagen AD 2 x 40 ml
                          Reagern B 4 x 10 ml
                          Standar kerja  nilirubin consentrasi 4,41 mg%
            Persiapan reagen : masukkan 1 vial reagen B kedalam botol reagen AT untuk bilirubin total atau reagen AD untuk bilirubin direk, atau 1 ml reagen B+ 4 ml reageb AT/AD , stabil 20 hari suhu 2-8o C .
Untuk bilirubin standar, masukkan 5 ml aquadest ke dalam 1 botol standar bilirubin , hindari kontak langsung dengan sinar matahari. Stabil 4 jam pada suhu 15 – 30 C atau 2 bulan pada suhu -18o C ,
Prosedur Kerja :
1.      Pipetkan ke dalam cuvet

Reagen Blanko
Sampel blanko
Sampel
Standar
Reagen kerja
1000µl
-
1000µl
1000µl
Aquadest
100µl
-
-
-
Standar
-
-
-
100µl
Sampel
-
100µl
100µl
-
Reagen AT/AD

1000µl


2.      Campur dan biarkan 2 menit pada suhu kamar
3.      Baca absorbance sampel blanko pada 540nm dengan blanko aquadest
4.      Baca abs standar dan sampel pada 540 nm dengan blanko reagen blanko
Perhitungan : 
 = mg%
Nilai normal  :
Dewasa total bilirubin : sampai 1,1 mg%
Direck bilirubin : sampai 0,25 mg%
Indirect bilirubin--dewasa                    : s/d 0,85 mg/dl
total bilirubin --bayi baru lahir         : s/d 5 mg/dl
 5 hari  : s/d 12 mg/dl
1 bulan  : s/d 1.5 mg/dl
               
6.      PEMERIKSAAN PROTEIN TOTAL
PEMERIKSAAN PROTEIN TOTAL (BIOSYSTEM)
Metode : biuret
Prinsip : Ikatan peptida yang terdapat dalam protein dengan adanya pereaksi Biuret akan membentuk senyawa komplek yang berwarna ungu, yang intensitasnya sesuai dengan kadar protein total dalam sampel, yang dapat ditentukan dengan fotometer dengan l 546 nm.

Reagen : reagen kerja dan standar kerja protein konsentrasi 64 g/L
Alat : spektrofotometer, cuvet , clinipette
Prosedur kerja :
1.      Pipetkan ke dalam cuvet

Blanko
standar
sampel
Reagen
1,0 ml
1,0 ml
1,0 ml
Aquadest
0,02 ml
-
-
Protein standar
-
0,02 ml
-
sampel
-
-
0,02 ml
2.      Campur. Inkubasi selama 10 menit.
3.      Baca pada panjang gelombang 545 nm
Perhitungan :

Nilai normal : 65 – 80 g/L











DAFTAR PUSTAKA

http://spiritia.or.id dengan beberapa perubahan oleh dr.Abu Hana untuk :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar